Mengangkat Cerita Misteri Makam Tujua di Lapangan Karebosi
Mengangkat Cerita Misteri Makam Tujua di Lapangan Karebosi
ARAH BARU.ID
MAKASSAR — Ada kisah atau cerita bersejarah yang kembali diangkat di media sosial dan perlu disimak terkhusus masyarakat Sulawesi Selatan (Sulsel).
Tentu diketahui bahwa setiap tempat hadir membawa cerita berbeda. Tak jarang tempat tersebut dikeramatkan atau disakralkan oleh masyarakat sekitar.
Seperti halnya di Karebosi, Makassar. Karebosi menjadi salah satu sentra aktivitas warga Kota Daeng yang dijadikan sebagai destinasi bagi masyarakat.
Berbagai kegiatan dilakukan di sini. Mulai dari berolahraga, berlatih sepak bola bahkan sering dijadikan lokasi event.
Berbeda dari tahun lalu, lapangan Karebosi sedang dalam proses revitalisasi. Sehingga, hanya beberapa lokasi yang masih bisa bebas dimasuki masyarakat.
Melipir, sebuah bangunan kembar berjumlah 7 buah cukup menarik perhatian. Tempat itu adalah Makam Tujua Ri Karebosi.
Menurut Dosen Sejarah Universitas Negeri Makassar (UNM) Dr. Bahri S.Pd, M.Pd konon, makam ini adalah sebuah kuburan tua yang muncul saat abad ke-10 hingga abad ke-11 di Kerjaan Gowa.
“Munculnya mitos tentang 7 kuburan tua di lapangan karebosi itu diperkirakan terjadi pada abad ke 10 sampai 11 di kerajaan Gowa,” katanya pada Kamis (26/1/2024).
Seperti halnya mitos Tomanurung di kerajaan Bugis, Kerajaan Gowa juga memiliki mitos tersendiri.
“Seperti mitos Tomanurung di Kerajaan Bugis, mitos ini juga terjadi di Kerajaan Gowa,” tambahnya.
Bahri mengatakan bahwa kala itu Kerajaan Gowa dilanda kekacauan, terjadi peperangan antar kubu. Sehingga timbul sebuah peristiwa yang tidak biasa.
“Di mana Kerajaan Gowa saat dilanda kekacauan yang sangat kuat terjadi perang antar satu kubu dengan kubu lainnya,” jelasnya.
Kala itu terjadi kemarau berkepanjangan yang akhirnya semakin memperburuk keadaan. Ada yang mengatakan hal itu berlangsung selama 7 tahun, ada pula yang mengatakan lebih panjang dari itu.
Sehingga menimbulkan kemarau begitu panjang kurang lebih tujuh tahun lamanya. Ada yang mengatakan 7 tahun ada yang mengatakan lebih dari itu,” bebernya.
Akibat kemarau panjang itu, hal genting selain perang adalah terjadinya kelaparan, kekeringan di mana-mana.
“Sehingga terjadi kelaparan, terjadi kekeringan yang sangat luar biasa di Kerajaan Gowa saat itu,” ungkapnya.
Setelah terjadi kemarau panjang itu akhirnya terjadi hujan dahsyat yang sangat lebat disertai kilat dan petir. Lalu tiba-tiba muncul gundukan tanah di sekitar Karebosi itu.
“Sekitar tujuh tahun pada suatu hari terjadi hujan yang begitu lebat, kilat, petir dan sebagainya, sehingga di tahun kedelapan tiba-tiba muncul gundukan di tempat tersebut,” imbuhnya.
Sampai saat ini warga masih menyakralkan tempat itu. Menurut Bahri, beberapa waktu lalu dia kembali berkunjung ke sana.
“Warga masih menyakralkan makam tersebut bahkan beberapa waktu yang lalu saya sempat jalan ke sana mewawancarai beberapa warga terkait dengan keberadaan makam tersebut,” katanya.
Menurut beberapa warga, mereka mengatakan bahwa penampilan bangunan itu sebelumnya sebenarnya tidaklah sejajar seperti saat ini.
“Banyak yang mengatakan bahwa makam tersebut dulunya tidak sejajar seperti sekarang hanya berupa gundukan, sekarang itu sudah dalam bentuk kuburan,” katanya lagi.
Sebagai tempat yang disakralkan, banyak peziarah yang datang ke tempat ini. Menurut Bahri mereka datang dengan berbagai tujuan. Tak jarang mereka membawa nazar dan permintaan ke tempat itu.
“Kemudian banyak orang datang berziarah, datang bernazar dengan permintaan tertentu di kuburan tersebut,” jelasnya.
Masyarakat sekitar juga mengatakan bahwa orang yang berziarah ke makam itu punya waktu-waktu tertentu.
“Dan kalau kita misalnya mewawancarai masyarakat yang ada di sekitarnya, semua mengatakan hal seperti itu bahwa setiap saat itu ada waktu-waktu tertentu kuburan tersebut didatangi banyak orang dengan tujuan berziarah, bernazar dan sebagainya,” pungkasnya.
Terlepas dari sejarah terbentuknya Tujua Ri Karebosi, masih menjadi misteri. Hingga kini, tujuh bangunan itu masih dijaga dan banyak dikunjungi.
(Abels Usmanji)